Jumat, 16 Februari 2024

Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” 
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). 
Bob Talbert
 

Ki Hajar Dewantara
 Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Ing Ngarso Sung Tulodo: filosofi ini menegaskan kita bahwa kita sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya memberi teladan yang baik dalam pengambilan keputusan.
Ing madyo Mangun Karso filosofi ini menegaskan bahwa dalam mengambil keputusan hendaknya kita mampu memberdayakan dan membangun kerukunan murid
Tut Wuri Handayani filosofi ini menegaskan bahwa sebagai pemimpin dalam pengambil keputusan maka keputusan yang kita ambil hendaknya mampu mendorong kolaborasi dan meningkatkan kinerja murid

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai kebaikan yang sangat mempengaruhi kebijakan kita dalam mengambil keputusan adalah keadilan dan tanggung jawab. Adil berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya sedangkan tanggung jawab berarti mampu menanggung resiko dari keputusan yang telah kita pilih. Nilai ini harus kita tanamkan sejak dini dari budayakan dalam lingkungan sekolah agar kelak murid kita menjadi orang yang bijaksana dalam mengambil keputusan

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambilApakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebutHal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Salah satu tujuan coaching yaitu menggali lebih dalam lagi potensi yang dimiliki oleh guru. Melalui proses coaching akan terjadi pengambilan keputusan yang mengarahkan pada hal-hal positif yang artinya keputusan-keputusan yang diambil berpihak pada murid. Melalui kegiatan coaching pengambilan keputusan yang diambil berasal dari potensi yang dimiliki seseorang. Sehingga keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan yang nantinya akan mendorong terwujudnya will being dalam ekosistem sekolah.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengelola dan menyadari aspek sosial emosional agar mampu bijak dalam mengambil dan menguji keputusan. Guru juga harus mampu memiliki kesadaran penuh ketika menghadapi dilema etika. Dengan memiliki kesadaran penuh maka perhatian rasa ingin tahu dan kebaikan akan mempengaruhi keputusan guru dalam menciptakan willbeing ekosistem ( kesejahteraan psikologis)

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Nilai-nilai yang dianut oleh pendidik seperti keadilan kemanusiaan tanggung jawab kejujuran dan lain-lain akan sangat mempengaruhi pendidik tersebut dalam mengambil suatu keputusan baik berupa dilema etika maupun bujukan moral karena nilai ini akan menjadi dasar seorang pendidik dalam mempertimbangkan benturan nilai yang muncul dalam kasus dilema etika dan rujukan moral yang mana nilai yang harus dipertegas dikuatkan atau mungkin dikalahkan

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Lingkungan yang positif kondusif aman dan nyaman adalah lingkungan yang membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan orang lain adalah mitra bukan saingan. Tugas pendidik adalah membantu anak-anak menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya. Persepsi tersebut akan mendorong kentalnya kolaborasi antar murid guru maupun orang tua. Lingkungan tersebut akan tercipta dari budaya positif. Budaya positif akan terbentuk dari kesepakatan dan sinergi tas para pelaku lingkungan dalam menyepakati tindakan positif. Dalam kesepakatan inilah dibutuhkan suatu keterampilan dalam pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Tantangan itu muncul ketika tidak ada komunikasi dan keterbukaan dalam lingkungan. Ada kasus pengambilan keputusan dari suatu masalah dilema etika dibutuhkan suatu kejadian dalam menganalisanya. Akankah penggunaan prinsip and best thinking rule best thinking atau care best thinking dalam penyelesaiannya

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
Agar dapat memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda kita harus mengetahui kesiapan minat dan profil belajar murid. Dengan memahami ketiganya kita akan mampu menyusun pembelajaran yang berpihak pada murid yaitu pembelajaran berdiferensiasi baik dari sisi konten proses maupun produk. Dengan mewujudkan pembelajaran yang demikian maka murid akan semakin merdeka dalam belajarnya

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Sebagai pemimpin pembelajaran kita harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan karena keputusan yang kita ambil akan terkait secara terus-menerus dan berdampak pada kehidupan.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Sebagai seorang pendidik harus mampu mengenali peran diri kita agar mampu memahami dan menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran kita. Kita juga harus mampu memahami kebutuhan pelajar murid kita yang beragam dan mampu untuk mengelola sosial dan emosional murid kita. Pemahaman tersebut dapat kita eksplorasi menggunakan prinsip coaching atau supervisi akademik. Dengan demikian akan muncul keputusan yang mampu menciptakan budaya positif demi terwujudnya visi sekolah yang berpihak pada murid.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Pemahaman saya tentang modul ini adalah tentang menerapkan empat paradigma 3 prinsip dan sembilan langkah dalam pengambilan dan pengujian keputusan. Di mana pemahaman tersebut saya gunakan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul untuk memetakan mana yang benar vs benar atau dilema etika atau benar vs salah atau bujukan moral. Hal di luar dugaan yang saya dapatkan dalam modul ini adalah ketika kita menghadapi kasus dilema etika maka kita perlu memunculkan opsi trilema agar muncul solusi kreatif yang bisa diterima oleh semua pihak.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Ya Saya pernah misalnya ketika ada murid yang tidak mengerjakan PR menurut kesepakatan kelas anak anak yang tidak mengerjakan PR harus menerima hukuman. Namun ada satu anak yang tidak mengerjakan PR setelah saya telusuri anak tersebut tinggal bersama neneknya sehingga tidak ada yang membantu belajar ketika itu saya Dilema di satu sisi saya harus menegakkan aturan agar tumbuh rasa percaya diri dari peserta didik di sisi lain Saya kasihan terhadap anak tersebut karena setiap hari dihukum. Akhirnya saya minta anak-anak untuk membentuk kelompok belajar di rumah. Setelah mempelajari modul ini saya mengerti bahwa Dilema etika tidak bisa dihindari dan kadang kala kita harus memunculkan opsi triema agar solusi terbaik bagi semua
  • Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Sebelum mempelajari modul ini saya cenderung menyelesaikan masalah menggunakan prinsip end based thinking yaitu saya melakukan itu karena terbaik untuk Kebanyakan orang ataupun rule base thinking yaitu berpusat pada tugas dan aturan yang ada.
Setelah mempelajari modul 3.1 saya lebih banyak mengolah rasa empati saya untuk memutuskan sesuatu menggunakan rasa Peduli care based thinking

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sebagai individu modul ini sangat penting bagi saya karena modul ini membuat saya Mengerti bagaimana langkah-langkah yang harus saya terapkan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan masalah-masalah pribadi sebagai pemimpin modul ini juga sangat penting karena keputusan yang diambil menyangkut kepentingan orang banyak sehingga harus dianalisis dan diputuskan menggunakan langkah yang tepat

Senin, 17 Agustus 2020

BAB I PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL (PERTEMUAN 2 ) 'Klasifikasi Kelompok Sosial'

 


Setelah mempelajari faktor faktor pembentukkan kelompok sosial, maka dapat diklasifikasikan bentuk bentuk kelompok sosial yaitu sebagai berikut:

1.        Menurut Durkheim kelompok dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya pembagian kerja dalam kelompok. Kelompok ini dibedakan menjadi:

a.       Solidaritas mekanik

merupakan ciri dari masyarakat yang masih sederhana dan belum mengenal pembagian kerja. Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanik yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif yaitu kesadaran bersama yang memiliki 3 karakteristik, yaitu mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, ada di luar warga yang bersifat memaksa, pelanggaran akan dikenai hukuman represif (pidana) tujuannyauntuk memulihkan kondisi yang tidak seimbang akibat perilaku menyimpang

b.      Solidaritas organik

merupakan bentuk solidaritas yang telah mengenal unsur pembagian kerja. Bentuk solidaritas ini bersifat mengikat sehingga unsur-unsur dalam masyarakat saling bergantung. Ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif, melainkan kesepakatan yang terjalin diantar berbagai profesi. Hukum yang menonjol adalah hukum perdata yaitu sanksi terhadap pelanggaran bersifat restitutif yaitu harus ganti rugi terhadap orang yang dirugikan untuk mengembalikan keseimbangan yang telah dilanggar.

2.        Menurut Ferdinand Tonnies

kelompok dibedakan menjadi :

a. Gemeinschaft (paguyuban)

adalah bentuk kehidupan masyarakat pedesaan/masih tradisional, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya.  Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:

a.       Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra

b.      Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi

c.       Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di luar “kita”


Ferdinand Tonnies membedakan masyarakat gemeinschaft menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut:

a.       Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.

b.      Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.

c.       Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.

 

a.      Gesellschaft (patembayan)

yaitu bentuk kehidupan bersama yang menunjukkan ikatan lahir, bersifat pokok, disatukan oleh kepentingan tertentu dan biasanya terbentuk dalam jangka waktu yang pendek, bersifat sementara dan semu. Hubungan antar individu bersifat lemah (superficial). Patembayan sebagai kumpulan orang-orangyang secara kebetulan hadir bersama, tetapi setiap orang tetap mandiri. Individu tetap bersatu meskipun hidup terpisah sebaliknya mereka terpisah meskipun ada faktor pemersatu. Contoh ikatan pekerja dalam dunia industri atau organisasi politik.

Ciri-ciri hubungan paguyuban dengan patembayan dapat diketahui dari tabel berikut:

Patembayan (gesselschaft)

Paguyuban (gemeinschaft)

Impersonal

Formal, kontraktual

Utilitarian

Realistis, “ketat”

Khusus

Personal

Informal

Tradisional

Sentimental

Umum

 

3.        Menurut Charles H. Coooley

kelompok dibedakan berdasarkan ada tidaknya ciri saling mengenal atau kerjasama yang erat dan bersifat personal diantara anggotanya. Kelompok tersebut dibedakan menjadi:

a.         Kelompok primer: kelompok ini ditandai dengan pergaulan kerjasama dan tatap muka yang intim. Pergaulan yang intim ini menghasilkan keterpaduan individu dalam satu kesatuan, membuat seseorang hidup dan memiliki tujuan kelompok bersama. Misalnya keluarga, rukun warga dan teman bermain pada masa kecil.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka selanjutnya Cooley menerangkan kelompok primer berdasarkan atas 3 tinjauan sebagai berikut:

v  Kondisi-kondisi fisik kelompok primer

1.      Tidak cukup hanya hubungan saling mengenal saja, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa anggota-anggota secara fisik harus saling berdekatan.

2.      Jumlah anggotanya harus kecil, agar supaya mereka dapat saling kenal dan saling bertemu muka.

3.      Hubungan antara anggota-anggota agak permanen.


v  Sifat-sifat hubungan kelompok primer

1.      Sifat utama hubungan primer, yaitu adanya kesamaan tujuan di antara para anggotanya yang berarti bahwa masing-masing individu mempunyai keinginan dan sikap yang sama dalam usahanya untuk mencapai tujuan, serta salah satu pihak harus rela berkorban demi untuk kepentingan pihak lainnya.

2.      Hubungan primer ini harus secara sukarela, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan tidak merasakan adanya penekanan-penekanan melainkan semua anggota akan merasakan adanya kebebasan.

3.      Hubungan primer bersifat dan juga inklusif, artinya hubungan yang diadakan itu harus melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain, dan bagi mereka yang mengadakan hubungan harus menyangkut segala kepribadiannya, misalnya perasaannya, sifat-siifatnya, dan sebagainya.

 

b. Kelompok sekunder merupakan kelompok yang terdiri dari banyak orang, bersama siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya tidak begitu langgeng, bersifat formal dan berciri kelembagaan.Kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer baik mengenai kondisi maupun sifat-sifatnya, sehingga kelompok sekunder mempunyai kondisi dan sifat-sifat sebagai berikut:

1.      Jumlah anggotanya banyak, sehingga anggotanya tidak saling mengenal.

2.      Hubungan renggang di mana anggotanya tidak perlu saling mengenal secara pribadi.

3.      Sifatnya tidak permanen.

4.      Hubung cenderung pada hubungan formil, karena sedikit sekali terdapat kontak di antara para anggotanya, dan baru terdapat kontak apabila ada kepentingan dan tujuan tertentu saja.

Contoh dari kelompok sekunder yaitu hubungan kontrak jual beli, koperasi, partai politik dan lain sebagainya.


4. Menurut Summer

Kelompok sosial oleh WG.Summer dibedakan atas derajat interaksi yaitu :

a.  Kelompok In Group (kelompok dalam) merupakan kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu-individunya untuk mengidentifikasikan dirinya, anggotanya saling simpati dan memiliki perasaan kedekatan satu dengan lainnya yang dikenal dengan feeling in group. Contoh seringnya siswa berinteraksi di sekolah , membuat para siswa sudah mengidentifikasi dirinya sebagai anggota kelompok dalam

b. Kelompok Out Group (kelompok luar) merupakan kelompok sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan in group, jelasnya kelompok sosial di luar anggotanya disebut out group atau kelompok yang berada diluar suatu kelompok yang ditandai oleh antagonisme, prasangka atau antipati. Contoh pada saat masa perjuangan kemerdekaan indonesia, pasukan Belanda di mata para pejuang kemerdekaan indonesia merupakan out-grup yaitu merupakan kelompok sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan atau kelompok luar kelompok in-grup

 

5.      Menurut Robert K. Merton kelompok sosial dibedakan menjadi:

a.    Membership Group yaitu kelompok dengan anggota-anggota yang tercatat secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Ukuran utama keanggotaan seseorang pada kelompok adalah tingkat interaksinya dengan kelompok tersebut.

b.   Referensi Group yaitu kelompok yang dijadikan acuan dalam bertindak dan berprilaku bagi seseorang, dimana seseorang tidak perlu menjadi anggota dalam kelompok acuan tersebut. Robert K Merton mengemukakan tipe umum reference group yaitu sebagai berikut:

1. Tipe normatif (normative type), yang menentukan dasar-dasar dan sumber nilai   bagi kepribadian individu.

2. Tipe perbandingan (comparison type), merupakan pegangan individu dalam menilai kepribadiannya dan merupakan perbandingan untuk menentukan kedudukan seseorang.


6.      Menurut J.A.A. Van Doorn kelompok sosial dibedakan menjadi:

a.      Formal group ialah kelompok sosial yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara sesama, serta memiliki struktur dan administrasi yang pasti, contohnyaorganisasi.

b.      Informal group ialah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali, yang menjadi dasar pertemuan, kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama, contohnya, klik (clique).


7.      Kelompok okupasional dan volunteer

a.      Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan, di mana kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Okupasional diambil dari kata okupasi yang berarti menempati tempat atauobjek kosong yang tidak mempunyai penguasa, dalam hal ini dicontohkan kelompok tersebut adalah orang-orang yang dapat memonopoli suatu teknologi tertentu yang mempunyai patokan dan aturan tertentu. Contohnya, kelompok profesi, seperti asosiasi sarjana farmasi, ikatan dokter Indonesia, dan lain-lain.

 

b. Kelompok volunter yaitu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama namun tidak mendapat atensi dari masyarakat. Kelompok ini dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual, tanpa mengganggu kepentinganmasyarakat secara umum. Terjadinya kelompok volunter karena beberapa hal antara lain:

1) kebutuhan sandang dan pangan

2) kebutuhan keselamatan jiwa dan raga

3) kebutuhan akan harga diri

4) kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri

5) kebutuhan akan kasih sayang

Contohnya kelompok FPI, kelompok relawan bencana dan lain-lain.

8. Kelompok-kelompok Sosial yang Teratur dan Tidak Teratur

a.Kelompok teratur merupakan kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antarmereka. Ciri- ciri kelompok teratur, antara lain:

• Memiliki identitas kolektif yang tegas (misalnya tampak pada nama kelompok, simbol kelompok,dll).

• Memiliki daftar anggota yang rinci.

• Memiliki program kegiatan yang terus-menerus diarahkan kepada pencapaian tujuan yang jelas.Memiliki prosedur keanggotaan.

Contoh kelompok teratur antara lain berbagai perkumpulan pelajar atau mahasiswa, instansi pemerintahan, parpol, organisasi massa, perusahaan, dan lain-lain.

b. Kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur terdiri dari berbagai macamantara lain:

1.    Kerumunan (Crowd)

Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).

Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:

a.    Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial

Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:

1)    Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti kampanye politik dan sebagainya.

2)    Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.

b.    Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)

Kerumunan ini dibedakan menjadi:

1)    Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations).  Misalnya, orang yang sedang antri tiket, orang-orang yang menunggu kereta.

2)    Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam diri individu-individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan untuk mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.

3)    Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin melihat korban lalu lintas.

c.     Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless Crowd)

Kerumunan ini dibedakan menjadi:

1)    Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu kerumunan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.

2)    Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu kerumunan yang hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Misalnya, orang-orang yang mabuk.

 2.    Publik

Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.Pada publik terdapat ciri-ciri, antara lain adanya minat, tujuan, kegemaran, dan kepentingan yang sama.

Dalam suatu publik, anggotanya dibedakan atas 3 kelompok,

1.      Kelompok vested interest, yaitu kelompok yang merupakan sekumpulan orang-orang yang sudah mempunyai kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat dan biasanya bersifat pro, karena ingin mempertahankan keadaan yang sudah ada.

2.      Kelompok new comer, yaitu kelompok yang merupakan sekumpulan orang-orang yang ingin memperjuangkan kepentingan-kepentingan baru dan ingin pula berusaha merebut suatu kedudukan dalam masyarakat, oleh karenanya kelompok ini sifatnya kontra. Kedua kelompok di atas disebut kelompok-kelompok kepentingan atau interest group.

3.      Kelompok yang pasif, yaitu kelompok yang merupakan sekumpulan orang-orang yang hanya mempunyai minat saja, akan tetapi belum menentukan pendiriannya terhadap suatu persoalan. Dalam publik kelompok inilah merupakan kelompok yang terbesar dan dapat menentukan pendapat terakhir daripada publik, sehingga kelompok ini bertindak sebagai wasit. Oleh karena itulah, kedua kelompok yang telah disebut terdahulu berusaha untuk memengaruhi kelompok ini dengan berbagai cara misalnya dengan cara menggunakan propaganda atau penerangan yang bersifat berat sebelah.

Dalam suatu publik, persoalan-persoalan yang mengakibatkan adanya pro dan kontra tidak hanya didasarkan pada hal-hal yang emosional saja seperti pada kerumunan, melainkan lebih cenderung pada hal-hal yang bersifat rasional. Jadi, pendapat publik ini merupakan beberapa pendapat yang berlainan kemudian dikompromikan. Sehingga semua perdebatan yang terdapat pada suatu publik bertujuan, untuk mencapai suatu pendapat umum dan disebut dengan istilah public opinion, dan public opinion dapat tercapai dalam suasana yang demokratis, sehingga tercapai suatu kompromi di antara anggota-anggota publik.

 

4.        Massa

Massa merupakan kumpulan orang banyak yang mempunyai kehendak atau pandangan yang sama, tapi tidak berkerumun pada suatu tempat tertentu dan mengikuti kejadian dan peristiwa yang penting dengan alat-alat komunikasi modern seperti halnya publik.

Menurut Leopold Von Wiese, massa dibedakan antara:

1.      Massa yang konkret.

2.      Massa yang abstrak.

Massa disebut massa yang konkret apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Adanya ikatan batin, karena adanya persamaan kehendak dan pandangan.

2.      Adanya persamaan norma-norma, karena orang-orang yang tergabung
dalam massa yang konkret ini mempunyai peraturan dan kebiasaan sendiri. Misalnya: massa parpol.

3.      Mempunyai struktur yang jelas. Seperti halnya massa parpol dengan sendirinya, maka sudah terbentuk struktur organisasi yang jelas sehingga mcngenal pimpinan dan pembagian kerja.

4.      Mempunyai potensi yang dinamis, sehingga dapat menimbulkan gerakan massa. Misalnya: gerakan buruh, gerakan pemuda.

Sebaliknya, massa yang abstrak adalah sekadar kumpulan manusia belum diikat oleh kesatuan norma, kesatuan emosional, dan sebagainya meskipun mereka telah menjadi satu karena adanya dorongan massa yang abstrak merupakan embrio dari massa yang konkret akan tetapi tidak setamanya demikian tergantung dari situasi dan kondisi di mana massa itu terbentuk bisa juga massa abstrak itu kemudian bubar. Demikian juga halnya dengan massa yang konkret, dalam perkembangannya selalu mengalami kegagalan-kegagalan, sehingga anggotanya menjadi putus asa, dan tidak bersemangat lagi untuk berjuang dan akhirnya massa tersebut bubar.

 

Referensi

Bondet Wrahatnala. 2009. Sosiologi Kelas XI SMA. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Kun Maryati, Juju Suryawati. 2016. Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga

Rufikasi, Candra Lia. 2016. Buku Siswa Sosiologi Peminatan Ilmu Sosial untuk SMA/MA XI. Surakarta: Mediatama.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-RAHAYU_GININTASASI/KELOMPOK_SOSIAL.pdf